Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan kedua 2021 ini menjadi kabar gembira di tengah pandemi COVID-19 yang belum mereda,sehingga Pemerintah Pusat masih harusmemperpanjang masa PPKM. Ekonomi Jawa Tengah yang sudah mulai menggeliat, menjadi sinyal positif terhadap bergeraknya roda perekonomian. Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan II (Apri-Juni) 2021 menunjukkan tren positif yakni sebesar 5,66%, setelah pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi sebesar -5,91%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mulai berangsur membaik dari semula minus telah menjadi positif, meskipun belum sepenuhnya pulih seperti suasana normal.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2021 didorong olehhampir semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan yang tumbuh sebesar 85,43%yearonyear.Selain itu, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum mencatat pertumbuhan tertinggi kedua, yakni 20,70%. Di sisi pengeluaran, seluruh komponen tumbuh positif, di mana komponen ekspor barang dan jasa ke luar negeri maupun ke provinsi lain mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni 34,43%, disusul komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi sebesar 10,11%.
Struktur ekonomi Jawa Tengah dari sisi lapangan usaha didominasi oleh industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 34,47%, Perdagangan Besar, eceran, dan reparasi sebesar 13,92% serta sektor pertanian 13,58%. Sedangkan dari sisi pengeluaran komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) mendominasi struktur ekonomi Jawa Tengah dengan kontribusi hingga mencapai 60,83%. Dilihat dari sisi spasial, struktur ekonomi Jawa Tengah masih didominasi wilayah Kedungsepur yang menyumbah 26% PDRB Jawa Tengah pada 2020.
Selain pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan (incomeinequality) juga menjadi isu penting bagi pembangunan suatu wilayah. Secara teoritis dan didukung oleh banyak penelitian empiris terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidakselaluberdampak memperbaiki ketimpangan pendapatan. Hal ini terlihat dari tingkat ketimpangan pengeluaran di Jawa Tengah yang ditunjukkan oleh nilai Gini Rasio pada Maret 2021 (0,372) lebih tinggi dibandingkan dengan September 2020 (0,359). Sementara itu, masih dijumpai disparitas tinggi antarKab Kota terkait dengan angka kemiskinan, dimana Kota Semarang memiliki tingkat kemiskinan terendah sebesar 4,85%, sedangkan tingkat kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Wonosobo (20,53%). Tantangan lain yang muncul di Jawa Tengah adalah sebaran penduduk yang belum merata.Berdasarkan hasil SP2020 tercatatbahwa20,26 % penduduk Jawa Tengah terkonsentrasi di Eks Karesidenan Pekalongan, dariBrebeshinggaBatang.
Permasalahan ketimpangan pembangunan antarwilayah (Inter regional inequality) di Indonesia, terutama antar Provinsi, perlu kita analisisdengan alat ukur yang efektif, yaitu tabel InterregionalInputOutput (IRIO). Tabel Inter-Regional InputOutput (IRIO) merupakan pengembangan dari Tabel InputOutput (IO) satu region, dengan melengkapi keterkaitan transaksi ekonomi dengan produk barang dan jasa dari dan ke provinsi-provinsi lain.
Penyusunan IRIO yang dilakukan BPS mengcover transaksi ekonomi antar34 provinsi dengan cakupan produk barang dan jasa yang tidak sedikit,sehingga kegiatan ini membutuhkan waktu selama 3 (tiga) tahun.Pada tahun pertama (tahun Anggaran 2019), kegiatan difokuskan pada penyusunan Supply and Use Tables (SUT) baik Nasional maupun tiapProvinsi secara simultan. Tahun kedua (Tahun 2020), kegiatan difokuskan pada rekonsiliasi SUT Nasional dan SUT Regional serta finalisasi Tabel InputOutput 34 Provinsi. Sosialisasi dandiseminasiTabel InputOutput 2016 Provinsi Jawa Tengah (tahun 2021) merupakan rangkaian dari kegiatan penyusunan tabel IRIO.
Tabel I-O Provinsi Jawa Tengah yangmerupakan bagian dari Tabel Inter-Regional InputOutput (IRIO), juga menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode tertentu. Dengan adanya tabel IO ini, banyak yang kita dapatkan untuk melakukan analisis lebih mendalam, antara lain:(i). memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah, impor, permintaanakhiir, pajaktaklangsung, kebutuhan tenaga kerja serta memproyeksi variabel-variabel ekonomi makro tersebut; (ii). mengamati komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa, dan mempermudah analisis tentang kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya; (iii). menganalisis perubahan harga, karena perubahan biaya input memengaruhi langsung atau tidak langsung terhadap perubahan harga output; serta (iv). memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat terhadap pertumbuhan sektor lain atau ekonomi secara keseluruhan,dan memahami sektor yang peka terhadap perekonomian.
Sosialisasi ini bertujuan untuk: Menyampaikan informasi secara kuantitatif hasil penyusunan tabel InputOutput tahun 2016 Provinsi Jawa Tengah kepada pihak internal BPS maupun eksternal/luar BPS serta Memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai dasar perencanaan, evaluasi dan pengambilan kebijakan di Jawa Tengah.
Sentot Bangun Widoyono, MA (Kepala BPS Jawa Tengah)
Discussion about this post