Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan studium generale bertajuk “Peranan Ombudsman dalam Pencegahan Maladministrasi pada Pelayanan Publik” bersama Dr. Mokhammad Najih, S.H., M.Hum. selaku Ketua Ombudsman Republik Indonesia, yang disiarkan secara langsung dari Amphitarium Kampus Utama UAD pada Sabtu, (16-10-2021). Aacara ini diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman antara FH dengan Ombudsman Republik Indonesia, sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Mokhammad Najih menuturkan kalau isu maladministrasi pada pelayanan publik bukanlah hal yang baru pada pemerintahan Indonesia, dan sudah lama isu ini terbengkalai. Setelah reformasi, pemerintah Indonesia baru memikirkan aspek-aspek pelayanan publik yang baik dan bersih dari korupsi, selain adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Lebih tepatnya pada 7 Oktober 2008 lahirlah Undang-Undang No. 37 tahun 2008 mengenai Ombudsman Republik Indonesia, dan kemudian dilengkapi Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Selanjutnya pada tahun 2014 dilengkapi lagi dengan Undang-Undang No. 30 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
Kesadaran negara dalam menjalankan fungsi pelayanan publik menurutnya belum disadari sejak awal, walaupun negara dibentuk secara konstitusional yang ingin mewujudkan kesejahteraan. Berdasarkan dengan UU No. 25 tahun 2009 dijelaskan bahwa pelayanan publik sebagai rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Sesuai dengan esensi dari pelayanan publik, Mokhammad Najih menyampaikan bahwa bagi mereka yang berniat menjadi pegawai negeri atau pejabat pemerintah harus bertindak sebagai pelayan, bukan sebaliknya. Inti dari penyelenggaraan negara adalah pelayanan publik, sesuai dengan Pembukaan UUD NKRI pada alinea keempat yang merupakan dasar konstitusional penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pekerjaan administratif. Terdapat empat hal, yakni melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga ketertiban dunia.
“Sebab presiden diangkat dan dipilih, MPR juga dipilih kemudian disumpah untuk menjalankan tugas legislatif, begitu juga presiden untuk menjalankan tugas eksekutif, dan peradilan untuk melaksanakan kewenangan yudikatif sesungguhnya memegang mandat untuk melindungi negara,” tutur Najih. “Selain menjalankan mandat, mereka (presiden, MPR, peradilan) tidak boleh penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan harus mengabdi sepenuhnya kepada bangsa dan negara,.”
Oleh karena itu, untuk menjadi negara good government perlu adanya institusi pengawasan, dan pada konteks ini ia menyampaikan perlu adanya empat pilar kekuasaan negara sehingga tidak hanya dipandu oleh eksekutif, yudikatif, dan legislatif tetapi juga ada kekuasaan pengawasan.
“Adanya MoU dengan FH atau universitas akan ada beberapa hal yang dikerjakan bersama, seperti melaksanakan kurikulum MBKM, melakukan riset kolaborasi, atau hasil riset dosen UAD yang bernuansa perubahan kebijakan untuk diadvokasi bersama Ombudsman,” tutup Mokhammad Najih. (hmd, UAD)
Baca Juga : Ekonom UNAIR : Neobank dan Fintech Tidak Bisa Sepenuhnya Gantikan Bank Konvensional
Discussion about this post