Dunia media sosial dihebohkan dengan peristiwa memilukan yang dilakukan publik figure yang dikabarkan melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang berujung pada laporan polisi.
Peristiwa KDRT di Indonesia bukan merupakan fenomena baru, dan angkanya terus mengkhawatirkan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004-2021 ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada ranah personal.
Ramainya kasus tersebut ditanggapi langsung oleh Satria Unggul Wicaksana Dosen dan Pakar Hukum UM Surabaya.
Satria menjelaskan, secara definisi, menurut pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
“Pada Pasal 3 UU KDRT memberikan porsi bagi siapa saja yang dapat menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga, baik suami, istri, maupun asisten rumah tangga yang menetap di rumah dengan prinsip kesetaraan gender,”tutur Satria Jumat (30/9/22)
Menurut penjelasannya, untuk korban KDRT, pasal 10 UU KDRT memberikan hak-hak sebagai berikut:
Pertama, perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Kedua, pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Ketiga penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
Keempat pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kelima, pelayanan bimbingan rohani.
Pasal 26 UU KDRT selanjutnya memberikan hak bagi korban untuk melaporkan secara langsung, atau memberikan kuasa pada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian.
“Hal tersebut bertujuan agar publik figur yang diduga melakukan KDRT wajib dilaporkan kepada polisi, agar tidak menjadi preseden dan contoh buruk bagi khalayak luas,”tutup Satria.
Baca Juga : Dosen UM Surabaya: Begini Cara Ajarkan Bahasa Inggris pada Anak Sejak Dini
Discussion about this post