Bangunan ramah lingkungan atau green building concept adalah keseluruhan konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi yang ramah lingkungan. Bangunan ini merupakan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan. Mulai dari penghematan air, energi, dan sumber daya lainnya.
Terkait hal itu, Dr. Ir. Sunarto, M.T. selaku dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjelaskan bahwa green building memiliki dampak yang sangat positif bagi lingkungan dan harus diwujudkan. Ia menjelaskan, manfaat utama dari green building adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut data Climate Watch, pada 2020 Indonesia menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 1,48 miliar ton/gigaton ekuivalen karbon dioksida (Gt CO2e). Angka itu setara dengan 3,1% dari emisi gas rumah kaca global, yang total volumenya mencapai 47,5 Gt CO2e.
“Tentunya persentase tersebut berasal dari beberapa sektor seperti energi listrik, transportasi, bangunan, dan sebagainya,” jelasnya.
Terdapat enam aspek yang diterapkan dari green building. Yakni meliputi penataan dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, penghematan dan diversifikasi sumber daya energi, hingga konservasi sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih. Selain itu, pemilihan material yang memiliki daur hidup ramah lingkungan, peningkatan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang yang sehat dan nyaman serta sistem bangunan yang mendukung keberlanjutan lingkungan juga penting untuk dipertimbangkan.
“Sayangnya, penerapan green building di Indonesia masih kurang diperhatikan. Hingga 2022, terhitung baru ada 60 gedung di Indonesia yang mendapat sertifikat bangunan hijau atau memenuhi kriteria greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Gedung ini mencakup bangunan rendah atau low rise, sedang atau mid rise, dan tinggi high rise,” tambahnya.
Peduli akan hal tersebut, UMM menjadi salah satu instansi yang mengaplikasikan konsep green building. Selain pada Gedung Kuliah Bersama (GKB 4) yang sudah menerapkan konsep tersebut, proyek GKB 5 UMM yang saat ini dalam proses pembangunan juga dirancang menggunakan konsep tersebut. Tujuannya untuk mengurangi emisi gas kaca dan menghemat energi.
“Salah satu hambatan penerapan konsep ini adalah biaya karena memerlukan anggaran lebih tinggi dibanding dengan bangunan konvensional. Namun hal itu bisa membantu meringankan pengeluaran berkelanjutan. Misalnya dengan mengurangi penggunaan air conditioner (AC) yang bisa meminimalisir penggunaan energi listrik setiap harinya,” tandasnya.
Di akhir, Sunarto berharap semua pihak bisa mendukung kebijakan pemerintah maupun dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan. “Jika semua pihak mendukung, maka harapannya dampak negatif terhadap lingkungan bisa berkurang,” tutupnya. (dit/wil)
Discussion about this post