Mendahului pelaksanaan Milad yang dilakukan secara nasional pada hari ini oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebelumnya Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) New South Wales Australia, telah melaksanakan resepsi milad pada minggu lalu (Ahad, 14 Nopember 2021). Pelaksanaan milad dilakukan lebih awal sebenarnya memiliki beberapa alasan. Penyebab yang paling pokok adalah kesempatan warga Muhammadiyah untuk menghadiri milad, sebagian besar adalah pada hari itu. Sebab pada hari-hari lainnya, selain karena sudah memiliki agenda lain, juga karena sebagian memiliki pekerjaan pokok meskipun pada hari libur atau tanggal merah. Sekedar informasi bahwa, bekerja pada hari libur di Australia pada beberapa sektor, memiliki gaji yang lebih tinggi dibanding pada hari-hari lain.
Apalagi kegiatan Milad ini sebenarnya tidak masuk dalam rencana program kerja. Hanya saja di media sosial sudah beredar informasi bahwa Muhammadiyah akan berulang tahun yang ke-109. Dalam rapat pengurus awal Nopember 2021, memunculkan ide untuk mengadakan milad tingkat Ranting. Sekalian pula disarankan agar pengajian rutin yang selama dilakukan setiap bulan, diganti menjadi milad, sebagai bagian dari bentuk rasa syukur atas dibukanya kembali pembatasan khususnya di Negara Bagian New South Wales.
Milad Muhammadiyah ini merupakan program pertama yang dilakukan secara tatap muka sejak dilantik pada bulan Juli 2021 lalu. Dimana dua minggu sebelum pelantikan, pemerintah Australia telah mengeluarkan kebijakan lockdown (pembatasan pergerakan warga) secara ketat. Pada waktu itu, tingkat penyebaran covid-19 sangat merebak di berbagai kawasan. Pembatasan ini berpengaruh pula terhadap kegiatan organisasi, karena pemerintah melarang perjalanan jauh (maksimal lima kilometer), mengunjungi tempat-tempat yang tidak esensial, dan tidak boleh ada pertemuan sama sekali yang melibatkan orang lain. Bahkan bertamu saja tidak boleh. Meskipun demikian, kegiatan Ranting tetap berjalan secara virtual. Mulai dari pelantikan, pengajian, hingga rapat pengurus tetap berjalan setiap bulan. Ini berlangsung selama hampir empat bulan, sejak Juli hingga Oktober 2021.
Atas kesepakatan teman-teman, Milad dilaksanakan di Kota Wollongong, sekitar 90 km dari pusat Kota Sydney. Ini sesuai dengan komitmen awal bahwa acara pertama tingkat Ranting akan diadakan di kota tempat kediaman Ketua Ranting yang baru, yang kebetulan berada di Wollongong. Sebenarnya kita ingin melaksanakan milad di kampus University of Wollongong, karena teman-teman warga Muhammadiyah sebagiannya adalah berstatus mahasiswa. Mereka juga ingin masuk dan melihat dari dekat kampus ini. Setelah kami coba negosiasi dengan pihak kampus, tidak dapat memenuhinya, karena kebijakan sementara, bahwa kegiatan di kampus hanya boleh pada hari kerja yakni Senin sampai Jumat. Sedangkan Sabtu dan Ahad, hingga saat ini belum dibolehkan.
Kemudian kami mencari tempat yang relevan. Karena ini acara yang sifatnya agak formal, maka sebaiknya peserta duduk rapi, maka sebaiknya diadakan dalam gedung. Itulah sebabnya kami mencoba menghubungi petugas Towradgi Community Hall, yang berada di kawasan pantai Towradgi, sekitar 5 km dari pusat Kota Wollongong. Gedung ini adalah milik pemerintah Kota Wollongong, tetapi dikelola oleh seorang teman jamaah Masjid Omar Wollongong keturunan Pakistan. Saya kenal beliau dan sangat baik. Beberapa kali mereka minta tolong kepada saya untuk suatu urusan. Ketika saya meminta izin untuk memakai gedung, langsung disetujui.
Dua hari sebelum acara, seorang teman pengurus PRIM, bertanya tentang sewa gedung. Katanya itu gedung adalah milik pemerintah dan biasanya kalau hari libur, sewanya sangat mahal, berkisar $60 sampai $80 per jam. Kalau disewa sekitar lima hingga enam jam, tentu biayanya cukup besar. Saya agak kelabakan mendengar pertanyaannya, karena ketika berbicara dengan teman pengelola gedung itu, dia tidak pernah bilang terkait sewa. Lalu kami kirim pesan kepada teman pengelola gedung. Ternyata jawabannya sangat baik pun mengharubirukan. “Tak usah pikirkan tentang sewa, karena saya sudah bayar”, jawabnya dengan lemah lembut. Alhamdulillah.
Selain tidak membayar sewa gedung, kami juga tidak mengeluarkan dana dalam bentuk uang, satu dollar pun. Sama sekali tidak ada. Ini juga menjadi catatan yang sangat penting, bahwa dalam melaksanakan kegiatan Muhammadiyah, urusan pendanaan bukanlah faktor penentu. Muhammadiyah sudah berdiri sebelum kemerdekaan, jadi perkembangan Muhammadiyah tidak ada urusan dengan Orde Baru. Berbeda dengan kegiatan di pemerintahan atau organisasi lain, bahwa ketersediaan dana adalah satu hal tidak boleh diabaikan. Kita di Muhammadiyah, memang sudah terbiasa melaksanakan berbagai kegiatan tanpa dana. Jadi bagaimana melaksanakan milad tanpa dana? Bisa karena, semua keperluan ditanggulangi masing-masing warga Muhammadiyah.
Selain sewa gedung, untuk melaksanakan kegiatan semacam milad, yang sangat penting adalah masalah konsumsi dan transportasi. Ternyata urusan ini tidak perlu dipikirkan oleh panitia. Urusan konsumsi sepenuhnya ditangani oleh ibu-ibu Aisyiyah. Mereka begitu kompak dan saling menggembirakan. Bahkan yang menjadi ketua panitia milad kali ini adalah seorang ibu Aisyiyah asal Somba Kecamatan Sendana Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Para ibu Aisyiyah membagikan berbagai jenis menu makan-makanan kepada sesama anggotanya. Siapa yang bisa membawa nasi, lauk-pauk, buah-buahan, kue-kue, minuman, dan lain-lain, semuanya bisa dipenuhi.
Jadi setiap ibu yang datang menghadiri milad, pun membawa makanan yang telah dia nyatakan bersedia membawanya. Bahkan beberapa ibu Aisyiyah yang tidak datang, tetap menitipkan makanan untuk acara ini. Itulah sebabnya, dalam acara milad ini, banyak sekali makanan, bahkan melimpah-ruah. Mulai dari nasi tumpeng, gado-gado, berbagai kue tradisional khas Nusantara sampai kuliner tekenal dari bumi Angin Mammiri, konro daging sapi lengkap dengan bawang goreng, bawang perei dan lombok pedis juga jeruk nipis.
Meskipun makanan berbagi jenis dan melimpah, namun itu tidak membuatnya mubazzir. Karena selesai acara, ibu-ibu kembali membawa bungkusan makanan pulang ke rumah masing-masing. Tentu dengan menu yang berbeda dengan yang dia buat sendiri. Ada kegembiraan tersendiri bagi semua ibu-ibu Aisyiyah, karena sesampai nanti di rumah, tidak perlu masak lagi untuk makan malam. Tinggal memanasi makanan yang dibawa pulang dari Milad ini. Karena demikianlah, bermuhammadiyah atau berasiyiyah adalah harus untuk saling berbagi dan saling menggembirakan.
Satu hal lagi yang menjadi catatan saya adalah kedatangan tamu istimewa. Selain kehadiran Konjen KJRI Sydney, Vedi Kurnia Buana, juga menghadirkan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Australia, Ustaz Hamim Jufri, dari Melbeurne. Keduanya membawakan sambutan melalui sambungan teleconferensi. Milad juga dihadiri secara virtual oleh warga Muhammadiyah dari berbagai negara bagian di Australia, juga yang ada di tanah air dan negara tetangga Malaysia. Tentunya kehadiran mereka memberikan semangat yang luar biasa dalam menyemarakkan acara.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kehadiran seoran cicit dari pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Namanya Muhammad Jamil Pasaribu, dia datang bersama dengan seluruh keluarganya. Selama dalam kepengurusan kami, untuk pertama kalinya beliau datang menghadiri acara Muhammadiyah. Itupun sebenarnya kami tidak tahu. Jadi semacam kejutan saja. Awalnya seorang teman mengatakan, bahwa di Sydney ada seorang cicit Kiai Dahlan. Tapi katanya, dia sudah kehilangan jejak, pun lupa nama dan alamatnya. Tapi saya meminta kepadanya agar beliau berusaha mencarinya semaksimal mungkin, dan berhasil.
Untuk memastikan kebenaran bahwa Pak Pasaribu ini adalah cicitnya Kiai Dahlan, saya sempat mengkonfirmasi kepada beberapa teman di Yogyakarta. Dan informasi yang saya terima membenarkan akan hal ini. Bahkan seorang teman, Muhammad Izzul Muslimin, mantan Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah, mengatakan masih memiliki hubungan keluarga dengan Pak Pasaribu. Mereka sempat bertemu di Jakarta beberapa tahun lalu sebelum Covid-19 merebak.
Pak Pasaribu ini sudah berada di Australia sejak sekitar tahun 1995. Bapaknya berasal dari Sibolga Sumatra Utara, ibunya (yang merupakan cucu langsung Kiai Dahlan) berasal dari Jakarta. Datang ke sini merantau, membawa seorang isteri dan dua orang anaknya. Sesampai di Australia, anaknya bertambah menjadi enam orang. Sebagian anaknya sudah berkeluarga, dan Pak Pasaribu sudah memiliki beberapa orang cucu, yang karena lahir di sini, sehingga otomatis sudah menjadi warga negara Australia. Jadi keturunan Kiai Dahlan sudah berada di mana-mana, mulai dari Thailand, Amerika dan Australia.
Saya merasa ada kebahagian tersendiri bertemu dengan keturuan Kiai Dahlan. Sebelumnya, tiga tahun lalu, saya pernah bertemu dengan dua orang cucu langsung Kiai Dahlan di Bangkok Thailand, yakni keluarga Professor Winai Dahlan. Saya ke Thailand dalam rangka melakukan penelitian tentang pola komunikasi diaspora Indonesia di negeri Pagoda tersebut. Juga memenuhi undangan sahabat saya, Professor Mustari Mustafa, yang saat itu sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Bangkok, sekaligus membawakan materi dalam kegiatan akademik OSIS SMP SIB (Sekolah Indonesia Bangkok). Saya ke sana bersama dengan Professor Ambo Asse, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan.
Khusus dengan Pak Pasaribu ini, meskipun dia seorang pemalu dan baru sekali bertemu, kami langsung akrab. Dari asal bapak dan marganya, ada kemungkinan masih kerabat dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, Muhsana Pasaribu dan atau dengan Bupati Tapanuli Selatan, Doly Pasaribu. Tapi ini masih perlu diteliti lebih detail lagi. Sementara itu, cepatnya kami menjadi lebih akrab, lebih disebabkan antara lain karena memiliki kesamaan. Sama-sama orang Batak.
Haidir Fitra Siagian (Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia, Dosen UIN Alauddin Makassar)
Discussion about this post