Dr Yonvitner, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, menyampaikan lima pilar ketahanan yang dapat diraih dengan ekosistem mangrove. Pilar-pilar tersebut ia sampaikan dalam webinar revitalisasi wilayah pesisir melalui rehabilitasi ekosistem mangrove yang diselenggarakan oleh Universitas Pertahanan, 17/11.
“Pilar pertama yang diangkat adalah ketahanan ekologi. Peran mangrove dalam mengatur struktur ekologi lingkungan sangat besar,” terang Dr Yonvitner.
Ia menerangkan, ekosistem mangrove mampu mengatur struktur tropik dari produksi primer sampai sekunder, serta menjadi penyangga dan sebagai regulator. Menurutnya, ketika peran sebagai pengatur ekologi hilang, maka akan terjadi kekacauan ekologi yang luas.
Pilar kedua, kata Dr Yonvitner, yaitu ketahanan iklim, yang menjadi peran utama mangrove. “Kita sudah mendapati bahwa fungsi mangrove sebagai pengendali iklim empat kali lebih besar dari yang lainya, baik itu sebagai penyerap maupun penyimpan karbon,” tambah Dr Yonvitner, dosen IPB University.
Dalam berbabagi riset yang dilakukan PKSPL IPB University, katanya, potensi serapan karbon oleh mangrove mencapai 32 ton per hektar. Kemampuan menyerap karbon ini bervariasi berdasarkan ketebalan dan kualitas mangrovenya.
“Berdasarkan data analisis dari roadmap NDC, potensi kehilangan ekonomi dapat mencapai 1800 trilyun sampai 2030 atau antara 24 sampai 41 persen dari profuk domestik bruto (PDB) kita. Untuk itu, proses pengelolaan mangrove menjadi sangat penting,” kata Dr Yonvitner.
Pada pilar ketiga, Dr Yonvitner menyampaikan bahwa mangrove dapat memperkuat ketahanan bencana di wilayah pesisir. Baik bencana karena hidrometeorologi seperti angin puting beliung, badai cyclon tropis dan serta bencana karena dampak gempa dan tsunami.
Lebih lanjut, Dr Yonvitner menerangkan, pilar keempat adalah ketahanan ekonomi, dimana fungsi ekonomi mangrove saat ini banyak sekali. Baik dari ekonomi langsung, maupun dari ekonomi jasa ekosistem mangrove.
“Banyak daerah pesisir bermangrove yang kemudian menjadi tempat wisata. Selain itu produk dan komoditas mangrove juga menghasilkan produk turunan yang besar sekali potensinya,” katanya.
Pilar kelima adalah ketahan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahwa sesungguhnya kawasan mangrove menjadi ruang pembelajaran. Menurutnya, program kampus merdeka bisa didorong dengan menjadikan kawasan mangrove sebagai stasiun dan laboratorium lapang pendidikan tinggi. “Pengembangan riset tropis di daerah mangrove akan mampu menarik peneliti internasional melakukan riset di Indonesia. Inilah daya tarik pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara lainya,” pungkas Dr Yonvitner.
Di akhir paparanya Kepala PKSPL IPB University itu menyampaikan bahwa pendekatan dalam memperkuat kepedulian dan peran terhadap mangrove dapat dilakukan dengan membangun kerjasama multi pihak (multi stakeholder), pendekatan berbasis masyarakat (desa) dan berbasis evidence dan sain yang dapat diandalkan. Dengan demikian, maka Langkah untuk menjadi ekosistem kita sebagai ruang pendidikan masa depan akan dapat terealisasi. (IPB)
Baca Juga : Dr. Adhi S. Soembagijo: Ketika Manusia Mempercayakan Mesin untuk Belajar dan Beradaptasi
Discussion about this post