Meriung di Jakarta International Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024), ribuan guru dari berbagai daerah di Indonesia hadir dalam puncak peringatan Hari Guru Nasional. Di hadapan para guru, Presiden Prabowo menyatakan guru aparatur sipil negara (ASN) akan mendapatkan kenaikan upah satu kali gaji.
Sedangkan, guru non-ASN yang sudah mendapat sertifikasi akan mendapatkan kenaikan kesejahteraan menjadi Rp2 juta melalui skema tunjangan profesi guru (TGP). Sebelumnya, besaran TGP guru honorer adalah Rp1,5 juta.
Sontak para guru yang mendengarkan pernyataan itu bersorak-sorai. Sambil menitihkan air mata, Prabowo mengatakan, “Kami sadar apa yang kita berikan hari ini, belum (sesuai dengan) yang saudara-saudara perlukan. Tapi ini adalah, upaya kami dan ini akan kami upayakan terus.”
Bagi Hari Ardianto (28), pengumuman kenaikan upah guru yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam puncak peringatan Hari Guru Nasional pekan lalu, menjadi harapan baru untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Guru honorer di salah satu sekolah dasar di Surakarta, Jawa Tengah, ini menilai kepala negara mulai memperhatikan nasib para guru.
“Kalau aku sebagai guru yang sudah berkecimpung (di dunia pendidikan), ini memang apresiasi untuk guru. Apalagi guru dituntut untuk menciptakan generasi yang bagus,” ujar Hari saat dihubungi melalui panggilan telepon, Selasa (3/12/2024).
Pengumuman tersebut menjadi angin segar untuk Hari. Belum lama ini, Hari telah menamatkan program pendidikan profesi guru atau PPG-nya. Sebab, selama menjadi guru honorer, upah yang didapatkannya berasal dari ekstrakurikuler yang ia ampu. “Dulu waktu jadi wali kelas pun aku mengampu Pramuka. Honornya dari Pramuka itu,” lanjut dia.
Sekretaris Program Studi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Dr. Agus Susilo, turut mengapresiasi rencana tersebut. Kenaikan tunjangan sertifikasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengajaran para guru di sekolah.
“Kenaikan tunjangan profesi guru menjadi hal yang sangat dinantikan para guru honorer. Harapannya seiring kenaikan tunjangan profesi guru, akan meningkatkan kualitas para guru,” ungkap Agus, Kamis (5/12/2024).
Namun, Agus menekankan pemerintah untuk memastikan keberlanjutan dari skema upah guru yang baru. “Yang jadi concern itu gimana guru bisa bekerja secara aman untuk masa depannya,” imbuh dia.
Dorong Sertifikasi
Kebijakan yang dilontarkan Presiden Prabowo belum gamblang meregulasi upah guru honorer yang belum mendapatkan sertifikasi profesi guru. Padahal, menurut data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), jumlah guru honorer yang belum tersertifikasi ialah 1,5 juta guru. Sedangkan, guru yang telah tersertifikasi mencapai 1,3 juta guru.
Agus melihat pemerintah perlu mendorong secara bertahap para guru honorer untuk segera mengikuti program PPG agar mendapatkan sertifikasi. Tahun 2024, jumlah guru yang mengikuti PPG ada 600 ribu guru. “Dari total 1,5 juta guru, sebagian sedang mengikuti PPG,” kata Agus.
Kemendikdasmen berencana menambah kuota PPG menjadi 800 ribu guru mulai tahun depan. Langkah tersebut, menurut Agus, merupakan upaya untuk mempercepat program sertifikasi guru. Penambahan kuota tersebut juga akan menambah jumlah guru yang menerima TPG Rp2 juta per bulan.
Dosen Pendidikan Akuntansi UMS itu berharap para guru honorer yang belum mendapatkan sertifikasi, agar mengikuti program profesi tahun 2025. “Diharapkan semuanya akan tuntas (sertifikasi guru) dalam 1 sampai 2 tahun ke depan,” imbuh dia.

Guru Prioritas
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMS, Dr. Main Sufanti, menyambut baik rencana pemerintah meningkatkan upah guru. Namun, Main menekankan pemerintah untuk tidak mengabaikan nasib guru honorer di sekolah swasta.
Gejolak sekolah swasta terjadi saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang ASN pada 2023 lalu. Undang-undang tersebut menganggap ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja di instansi milik pemerintah.
Hasilnya, guru ASN yang mengajar di sekolah swasta terpaksa hengkang dan mengajar di sekolah negeri. “Banyak (guru ASN) yang keluar dari sekolah swasta,” ujar Main di Laboratorium Literasi UMS, Selasa (3/12/2024).
Hal ini disayangkan mengingat jumlah sekolah swasta di beberapa daerah lebih banyak dibanding sekolah negeri. Sebagai contoh, mengutip Goodstats, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur merupakan tiga provinsi dengan jumlah SD swasta terbanyak, yaitu masing-masing memiliki 2.584, 2.128, dan 1.835 sekolah.
Jumlah tersebut membuat kebutuhan guru swasta di tiga provinsi itu jauh lebih besar ketimbang guru sekolah negeri. Kebijakan penarikan guru ASN dari sekolah swasta berisiko memunculkan kecemburuan sebab pemerintah membeda-bedakan institusi pendidikan negeri dengan swasta.
Menurut Main, memperbolehkan guru ASN mengajar di sekolah swasta merupakan wujud perhatian negara pada guru honorer di sekolah swasta. Beban gaji guru ASN yang ditanggung negara membuat sekolah mendapatkan keleluasaan finansial untuk menggaji guru honorer swasta.
Untungnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mulai mengizinkan guru berstatus ASN untuk kembali mengajar di sekolah-sekolah swasta. Mengutip Tempo, Abdul Mu’ti mengatakan kebijakan tersebut akan berlaku mulai tahun depan. Hal ini merespon aspirasi para guru dan masyarakat, khususnya penyelenggara pendidikan swasta.
“Kami sedang menunggu terbitnya Surat Keputusan Menteri yang memungkinkan guru ASN tidak hanya bertugas di sekolah negeri tapi juga bisa bertugas di sekolah swasta,” kata Abdul Mu’ti saat memaparkan laporan mengenai kebijakan Kemendikdasmen dalam puncak peringatan Hari Guru Nasional di Jakarta International Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024).
Pemerintah juga harus memperhatikan guru yang mengajar di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Para guru di daerah 3T harus menembus sulitnya medan untuk mencapai sekolah. Belum lagi persoalan kebutuhan hidup yang biayanya meningkat drastis akibat jauh dari pusat-pusat perdagangan. “Mereka ini perjuangannya luar biasa,” kata Main Sufanti.
Penulis: Gede Arga Adrian
Editor: Al Habiib Josy Asheva
Sumber: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Discussion about this post