Pemerintah mulai melaksanakan program makan bergizi gratis di 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 26 provinsi. Program tersebut merupakan realisasi janji kampanye Prabowo-Gibran yang dilontarkan tahun lalu.
Di bawah komando Badan Gizi Nasional, program makan gratis itu digelar secara bertahap. Tahap pertama dimulai sejak Senin (6/1/2025). Target penerima makan bergizi gratis tahap pertama sebanyak 600 ribu pelajar. Lebih rendah dari target 3 juta pelajar untuk periode Januari-April. Alokasi anggaran juga turun menjadi Rp10 ribu per porsi.
Mengutip laman Indonesia.go.id, program makan bergizi gratis menelan anggaran Rp71 triliun pada 2025. Sedangkan, total kebutuhan anggaran program tersebut mencapai Rp450 triliun.
Pemerintah menargetkan 83 juta penduduk menerima manfaat program pada 2029. Adapun para penerima program antara lain pelajar pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas, anak di bawah usia lima tahun atau balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Hari pertama pelaksanaan diwarnai dengan keterlambatan pendistribusian makanan. Berdasar pewartaan Tempo, Selasa (7/1/2025), Sekolah Dasar Negeri 06 Pulogebang, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, harus menunda pelaksanaan makan bergizi gratis. Program tersebut sedianya akan dilaksanakan pukul 09.00 WIB. Namun pihak katering baru tiba pukul 09.30 WIB.
Ahli gizi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Dwi Sarbini, SST., M.Kes., menyayangkan keterlambatan yang membuat siswa harus menunggu untuk makan. “Siswanya itu tiwas (terlanjur)enggak bawa bekal dan harus nunggu makanan,” kata dia, Senin (13/1/2025).
Dari beberapa gambar yang beredar di media sosial, porsi makan gratis itu menjadi sorotan. Akun X @barengwarga mengkritisi komposisi makan bergizi gratis. “Jamur kuping di mienya bau kak, yang sedikit banget itu udang,” cuit @barengwarga mengulangi keluh kesah salah satu pengikutnya, Senin (13/1/2025).

Seporsi makan siang gratis di salah satu sekolah di Provinsi Jawa Timur yang dibagikan akun X @barengwarga. Proporsi makanan, rasa, dan cara penyajian menjadi keluh kesah masyarakat selama dua pekan pertama berjalannya program. Twitter @barengwarga
Faktor anggaran diduga menjadi salah satu pemicu komposisi lauk makan bergizi gratis terbilang minim. “Mungkin karena anggarannya sedikit ya,” imbuh ahli gizi UMS itu.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan alokasi anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp15 ribu per porsi. Lantaran keterbatasan anggaran, Presiden Prabowo Subianto memutuskan menurunkan anggaran menjadi Rp10 ribu per porsi pada Jumat, 29 November 2024.
CNN Indonesia pada 3 Desember 2024 turun ke sejumlah warung untuk melihat opsi yang didapatkan dengan uang Rp10 ribu. Hasilnya, uang tersebut dapat menghasilkan satu porsi makanan berisi nasi, satu jenis sayur, dan satu jenis lauk protein selain daging, misalnya tempe atau tahu.
Untuk mendapatkan lauk daging, pilihannya ada dua. Pertama, hanya mendapatkan satu jenis lauk hewani. Atau kedua, mendapat lauk hewani dan lauk lainnya harus dikurangi porsinya.
Sorotan lainnya juga menyasar pada kebiasaan anak Indonesia yang kurang menggemari sayuran. Kondisi ini membuat risiko sampah makanan meningkat, berasal dari sayuran yang tidak termakan anak-anak.
Untuk menyiasatinya, Dwi Sarbini menyarankan untuk memodifikasi cara pengolahan sayur ke dalam bentuk lain. Misalnya, omelet, naget, atau mi berbahan sayur. “Memilih warna sayur yang terang atau berwarna-warni agar menarik,” terusnya.
Dwi juga menekankan pentingnya sosialisasi secara merata dan masif ke seluruh sekolah di Indonesia. “Penguatan komunikasi dan pelatihan lebih intensif membuat pelaksanaan program ini dapat berjalan lebih lancar dan efektif,” tegas dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UMS itu.

Berapa Kalori Anak?
Pedoman Isi Piringku menjadi acuan penting dalam penyusunan menu anak sekolah. Menurut pedoman yang dirilis Kementerian Kesehatan itu, 1/3 piring berisi sayuran, 1/3 berisi makanan pokok, 1/6 berisi buah, dan 1/6 berisi protein.
“Tapi yang sering terjadi saat ini, menu MBG belum sepenuhnya sesuai, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai kendala, seperti logistik atau anggaran,” jelas Dwi.
Mengacu pada angka kecukupan gizi atau AKG, kebutuhan gizi anak dibedakan tergantung usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik. Anak SD usia 6-12 tahun membutuhkan 1.400-2.000 kalori per hari, anak SMP usia 13-15 tahun membutuhkan 2.050-2.400 kalori per hari,dan anak SMA usia 16-18 tahun membutuhkan 2.100-2.650 kalori per hari.
Dwi menjelaskan, makan siang sebaiknya memenuhi sekitar 30 persen dari jumlah kebutuhan kalori yang dibutuhkan anak. “Sekitar 400 sampai 800 kalori,” tuturnya.
Keberadaan susu dalam seporsi makan bergizi gratis juga menjadi sorotan. Sebab, dalam konsep gizi seimbang Isi Piringku, susu bukan lagi menu esensial yang diberikan untuk anak. Konsep tersebut telah mendobrak pemahaman 4 sehat 5 sempurna yang selama ini menganggap susu sebagai penyempurna kebutuhan gizi.
Dalam pantauan di linimasa media sosial, sejumlah warganet mendapati beberapa sekolah yang masih memberikan susu. Tak jarang susu yang diberikan mengandung pemanis tambahan.
Beberapa alasan yang mengemuka mengenai susu adalah mahalnya biaya produksi dan proses logistik yang rumit. Mengingat susu sangat sensitif terhadap perubahan suhu dibanding sumber nutrisi lainnya. Laktosa pada susu menjadi alergen yang dapat menimbulkan sakit perut bagi orang yang alergi laktosa.
Dwi Sarbini mengatakan, susu bukan lagi penyempurna jika kandungan gizi di dalamnya dapat diperoleh dari bahan pangan lainnya. “Sumber kalsium kan ada banyak. Brokoli misalnya. Tanpa susu pun sumber kalsium itu banyak,” imbuh Kaprodi Dietisien UMS itu.
Berdayakan Kearifan Lokal
Sebagai sebuah proyek nasional bernilai fantastis, sudah seharusnya pemerintah memberdayakan kearifan lokal dalam program makan bergizi gratis. Dwi Sarbini mendorong pemerintah untuk memanfaatkan sumber pangan lokal sebagai salah satu menu makan gratis.
“Nasi bisa diganti sumber karbohidrat lain. Bisa kentang, jewawut, ubi, singkong, atau gembili. Kita harus memperhatikan kearifan lokal. Apa yang dipunyai, itu yang dimanfaatkan,” ungkap Dwi.
Untuk menyongsong makan bergizi gratis, Dwi menjelaskan Muhammadiyah telah menyiapkan tim khusus untuk mengembangkan program tersebut di sekolah-sekolah milik Muhammadiyah. Dirinya membeberkan telah bergabung sebagai anggota tim gizi dan menu dalam Koordinasi Nasional Gizi Khusus Muhammadiyah di wilayah Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Menurut Dwi, tim tersebut dibentuk untuk mengelola sekaligus membangun ekosistem program makan bergizi yang lebih baik. Salah satu strateginya dengan memanfaatkan tanah wakaf milik Muhammadiyah, baik untuk lahan budidaya tanaman pangan maupun dapur. Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai adalah menggerakkan ekonomi kolektif dalam program makan bergizi gratis.
Muhammadiyah juga ingin mencanangkan pendidikan karakter seiring berlakunya program makan gratis. Misalnya dengan adab berdoa sebelum makan, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, hingga merapikan piring seusai makan. “Bukan hanya memberi makan, tetapi pembentukan karakter anak,” tambahnya.
Dwi mengamini jika terdapat sejumlah kendala selama tahap awal program makan bergizi gratis. Ia pun mendorong pemerintah untuk mengevaluasi segera pelaksanaan program.
Beberapa hal yang perlu dievaluasi, antara lain penguatan infrastruktur, pelatihan petugas, dan pengelolaan logistik. “Agar manfaat program dapat dirasakan secara maksimal oleh anak-anak,” tuturnya.
Penulis: Gede Arga Adrian
Editor: Al Habiib Josy Asheva
Sumber: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Discussion about this post