Semarang, 6 Juli 2025 – Kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan transfer ilmu, tetapi juga oleh kemampuan sistem pendidikan membentuk karakter dan kompetensi peserta didik secara menyeluruh. Hal ini menjadi sorotan utama dalam Focus Group Discussion (FGD) penelitian E-MEsp 4C’s Mobile yang digelar oleh Riset Terapan (Riter) Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS), Minggu (6/7) di Ruang FIPH Lantai 3 UNIMUS, Jawa Tengah.
FGD yang dihadiri dosen, praktisi pendidikan, dan mahasiswa tersebut menegaskan bahwa instrumen supervisi dan evaluasi tidak boleh berhenti pada aspek administratif. Sebaliknya, instrumen harus mampu mengukur keterampilan abad ke-21 atau 4C’s (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) yang dinilai sangat relevan dengan tantangan era digital dan globalisasi.
Selain itu, Dr. Iwan Junaedi menyampaikan, bahwa instrumen supervisi juga harus terintegrasi dengan delapan dimensi Profil Lulusan yang ditetapkan secara nasional, yaitu: keimanan dan ketakwaan, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan fisik-mental, dan komunikasi. Dengan integrasi ini, lulusan diharapkan tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, adaptif, serta siap menghadapi dinamika kehidupan sosial dan profesional.

Menurut Dr. Eny Winaryati, pendidikan mendalam harus berpijak pada keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. “Evaluasi yang baik tidak hanya mencatat angka, tetapi juga mengukur bagaimana siswa berpikir kritis, berkreasi, bekerja sama, dan berkomunikasi secara efektif. Itu semua adalah bekal nyata bagi masa depan mereka,” tegasnya.
Dr Utomo, M.Pd, sebagai pakar supervise, memberikan penguatan dan didukung oleh peserta FGD yang sepakat bahwa penguatan instrumen supervisi berbasis 4C’s dan Profil Lulusan akan menjadi kunci menciptakan pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful, sehingga mampu melahirkan generasi pembelajar yang berdaya saing sekaligus berkeadaban.




Discussion about this post