Hingga 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 100.361 kilometer jalan di Indonesia rusak berat. Sedangkan 77.892 kilometer jalan dalam kondisi rusak, 131.539 kilometer jalan dalam kondisi sedang, dan 236.979 kilometer jalan dalam kondisi baik.
Kerusakan jalan berpotensi menghambat laju mobilitas logistik dan manusia. Padahal, menurut ahli material jalan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D., jalan mempunyai peranan sebagai barometer pertumbuhan ekonomi suatu negara.
“Kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen misalnya, maka harus memprioritaskan pembangunan jalan,” ucap pria yang akrab disapa Nono itu, Rabu (3/7/2024).
Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D. di Laboratorium Material Jalan Teknik Sipil UMS. Humas UMS/Imam Safii
Melihat kondisi itu, Nono menekankan pentingnya pemilihan material jalan dengan mengedepankan kekuatan dan ketahanan. Sebab, Indonesia dihadapkan dua tantangan. Tantangan pertama adalah perubahan cuaca drastis di Indonesia yang dapat menyebabkan keretakan pada aspal.
“Suhu paling panas itu puncaknya pukul 1 sampai 3 siang. Apalagi aspal itu menyerap panas. Suhunya kalau siang bisa sampai 60 derajat Celsius,” ujar pria kelahiran Salatiga itu. Curah hujan tinggi dan genangan air juga membuat aspal menjadi lunak, sehingga mengurangi kekuatan aspal dan berpotensi memunculkan lubang di jalanan.
Tantangan kedua adalah beban kendaraan. Menurut Nono, regulasi kendaraan di Indonesia seharusnya mengatur jenis-jenis kendaraan yang dapat masuk ke Indonesia, misalnya dengan mengatur jumlah roda kendaraan. “Berapapun beratnya, beban kendaraan akan dibagi dengan jumlah roda,” sambung dia.
Hal itu memunculkan fenomena truk over dimension over loading atau ODOL, sebutan truk yang kelebihan muatan. Mengutip Kompas.com, Selasa (21/11/2023), Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras, menyebut Pemerintah Indonesia merugi Rp700 miliar karena truk ODOL yang membuat infrastruktur jalan menjadi rusak.
“Kalau kita lihat di mikroskop, aspal banyak yang menangis itu,” seloroh Nono.
Tantangan itu memantik Nono melakukan riset untuk menghasilkan aspal yang kuat dan tahan lama. Salah satu cara yang ia gunakan adalah menambahkan portland cement (PC) atau semen konstruksi dan abu sekam padi (RHA) dari pembakaran jerami.
“Memang sudah banyak penelitian yang menggunakan kedua bahan tersebut, tetapi saya berusaha meneliti faktor apa saja yang membuat kedua bahan tersebut menambah kekuatan dan daya tahan aspal,” terang peneliti Pusat Studi Transportasi UMS itu.
Semen bukan barang baru dalam konstruksi jalan di Indonesia. Bahkan, aturan penggunaan semen dalam campuran aspal pun sudah ada. Nono mengatakan menurut standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia, semen yang dapat dicampurkan ke dalam aspal sebesar 4 sampai 5 persen dari total campuran yang digunakan.
“Semen ini kalau penggunaannya 4 sampai 5 persen itu biayanya mahal. Kalau penggunaannya bisa dipangkas, tidak hanya hemat anggaran, tetapi juga mereduksi emisi dari semen,” imbuhnya.
Sayangnya, penambangan semen tidak berdampak baik pada lingkungan. Semen merupakan bahan baku yang tidak terbarukan dan diperoleh dari tambang kapur. Sebanyak 8 persen emisi karbondioksida dunia dihasilkan oleh semen menurut penelitian Chatham House dilansir BBC Indonesia.
Temuan itu mendasari riset yang dilakukan Nono. Ia lalu mengajak dua orang mahasiswa Teknik Sipil UMS, yaitu Muhammad Wahyu Setyo Aji dan Wildan Faza Cindikia untuk terlibat dalam penelitiannya. Rangkaian pengujian dilakukan di Laboratorium Material Jalan Teknik Sipil UMS.
Nono menuturkan riset itu dimulai sejak 2018 berbekal hibah sebesar hampir Rp600 juta untuk masa penelitian tiga tahun dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (kini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi).
Proses Pencampuran
Mula-mula, Nono menghaluskan semen dan abu sekam padi. Tujuannya untuk menghasilkan bahan isian atau filler yang halus dengan ukuran partikel yang lebih kecil. Terdapat dua jenis ukuran yang ia gunakan, yaitu partikel berdiameter 0,075 milimeter dengan kode #200 dan partikel berdiameter 0,0375 milimeter dengan kode #400.
“Dibuat dua ukuran untuk menguji apakah faktor ukuran partikel memberi pengaruh pada kekuatan dan daya tahan aspal,” tutur Ketua Lembaga Riset dan Inovasi UMS itu. Kedua bahan yang sudah dihaluskan kemudian disaring untuk mendapatkan partikel dengan ukuran yang telah ditentukan.
Masing-masing semen dan abu sekam padi kemudian ditambahkan ke dalam campuran aspal dan batu agregat dengan menggunakan metode hot mix, yaitu memanaskan masing-masing bahan hingga suhu 180 derajat Celsius lalu dicampurkan.
Ada dua cara yang Nono gunakan untuk mencampurkan bahan filler dengan campuran aspal, yaitu metode dry mix dan wet mix. Perbedaannya terletak pada proses pencampuran bahan isian dengan aspal maupun agregat.
“Dry mix itu dilakukan dengan mencampur filler dengan batu lalu dipanaskan. Sedangkan wet mix itu filler-nya dicampur ke cairan aspal baru dipanaskan,” kata salah satu pendiri Asosiasi Profesi Teknik Indonesia itu.
Pemanasan aspal harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari penurunan kekentalan aspal. Nono mengatakan, aspal mempunyai sifat ageing atau menua akibat pemanasan yang lama sehingga aspal kehilangan fleksibilitasnya.
Campuran aspal dengan filler kemudian didinginkan sampai suhu 120 derajat Celsius dan dicetak berbentuk silinder dengan diameter 10 centimeter dan tebal 7 centimeter.
Tahap selanjutnya menggunakan metode Marshall dengan memberi tekanan di kedua sisi aspal sebanyak 75 kali. Ia lalu memberi penanda untuk memisahkan masing-masing jenis campuran, lengkap dengan ukuran partikelnya.
Menguji Kekuatan dan Ketahanan
Campuran aspal yang sudah dipadatkan siap untuk diuji. Humas UMS/Imam Safii
Nono melakukan uji beban untuk mengukur kekuatan aspal buatannya. Awalnya, ia memberi beban seberat 1.000 kilogram, yang secara berkala ditambah hingga material aspal tersebut pecah.
Hasilnya, sampel #200 wet mix mampu menahan beban di atas 1.800-an kilogram. Sedangkan material lainnya hanya mampu bertahan di kisaran beban 1.400 sampai 1.700-an kilogram.
Dugaan Nono bahwa semakin halus partikel campuran maka akan semakin bagus kekuatannya, akhirnya terpatahkan. “Baik semen maupun sekam padi, hasilnya bagus untuk yang sampel berkode #200,” jelas Doktor Teknik Sipil dari University of Nottingham, Inggris itu.
Untuk menguji ketahanan aspal, Nono merendam masing-masing aspal ke dalam air bersuhu 60 derajat Celsius selama 24 jam. Dia menggunakan Index of Retained Marshall Stability (IRMS) untuk mengukur tingkat ketahanan aspal. Hasilnya, sampel #400 wet mix mampu bertahan lebih baik dibanding campuran lainnya.
“Khusus material campuran semen dengan menggunakan wet mix ini malah kemampuan durability-nya naik sampai 112 persen menggunakan satuan IRMS,” jelasnya. “Jadi aspal dengan kode #200 itu lebih kuat, sedangkan aspal dengan kode #400 lebih tahan lama.”
Dukung Pembangunan Berkelanjutan
Atas inovasi yang dilakukan Nono, dia berhasil mendapat hak paten pada 9 Januari 2020 dengan judul invensi “Metode Uji Keawetan Campuran Beraspal”.
Penelitian tersebut kemudian diterbitkan Jurnal Civil Engineering and Architecture dengan judul riset “The Improvement of Asphalt Mixture Durability Using Portland Cement Filler and Rice Husk Ash” terindeks Scopus Q2.
Disinggung mengenai rencana ke depan, Nono mengaku ingin menggali lebih dalam penggunaan semen dan abu sekam padi dalam ukuran nano pada campuran aspal.
Dia memandang semen berukuran nano dapat menghemat penggunaan semen untuk campuran aspal. Langkahnya itu selaras dengan poin kesembilan Sustainable Development Goals, yaitu industri, inovasi dan infrastruktur.
“Kalau kita bisa menghemat penggunaan semen, betapa banyak emisi yang bisa kita kurangi,” ungkapnya.
Selain itu, aspal yang lebih kuat dan tahan lama dapat menurunkan biaya perawatan jalan. Anggaran perawatan yang dihemat dapat dialokasikan ke sektor lain yang membutuhkan suntikan dana.
Nono sangat menyayangkan jika masa pakai aspal yang lebih singkat dibanding usia yang direncanakan. “Misal jalan itu direncanakan berusia 20 tahun, eh di tahun ke-10 sudah klepek,” tutup dia.
Penulis: Gede Arga Adrian
Editor: Al Habiib Josy Asheva
Desainer: Salsabila Kamila Wardah
Sumber : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Discussion about this post