Musim hujan kali ini nampaknya akan lebih basah dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini merilis potensi terjadinya La Nina pada musim penghujan tahun ini. Dikutip dari laman resminya, potensi La Nina 2024 terlihat pada indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO).
Hasil analisis BMKG teranyar menunjukkan, indeks Nino 3,4 sebesar -0,64 yang membuat status ENSO netral. Namun, indeks tersebut menjadi La Nina lemah mulai Oktober 2024 lalu. Menurut perhitungan BMKG, La Nina akan terjadi di Indonesia mulai November 2024 hingga Maret 2025.
Mengutip reefresilience.org, ENSO merupakan pergeseran periodik sistem atmosfer samudra di Pasifik tropis yang berdampak pada cuaca di seluruh dunia. ENSO mengindikasikan anomali suhu permukaan laut yang terjadi di Samudra Pasifik di wilayah pantai barat Ekuador dan Peru. ENSO mempunyai tiga fase, yakni fase netral, fase El Nino, dan fase La Nina.
Apa Itu La Nina?
La Nina adalah fenomena penurunan suhu muka air laut di Samudra Pasifik tropis tengah dan timur yang lebih rendah dari biasanya. Penurunan suhu ini disebabkan air dingin dari kedalaman laut naik ke permukaan.
Fenomena ini juga ditandai dengan angin pasat yang menguat. Saat La Nina terjadi, hembusan angin pasat dari wilayah Pasifik timur ke arah barat di sepanjang khatulistiwa lebih kuat dari biasanya. Hembusan ini akan membawa massa uap air yang lebih besar. Inilah yang membuat musim penghujan Indonesia lebih basah dari musim penghujan sebelumnya.
Ahli hidrologi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Basyar Ihsan Arijuddin, S.Si., M.Sc., mengatakan fenomena La Nina yang akan mungkin terjadi diprediksi lemah sehingga dampak yang ditimbulkan tidak sebesar La nina beberapa tahun silam. Basyar menekankan masyarakat tetap waspada dengan potensi angin kencang disertai hujan petir yang akan lebih sering muncul selama pergantian musim.
Basyar melanjutkan, La Nina merupakan gejala alam normal yang biasa terjadi pada siklus tertentu. “La Nina ini memiliki tingkatan. Ada yang lemah ada yang kuat. Kalau saya lihat prediksi BMKG, La Nina tahun ini tidak kuat,” ujar Basyar, Jumat (31/10/2024).
Menurut Basyar, fenomena iklim tersebut merupakan bentuk penyeimbangan energi di Bumi. Basyar menjelaskan, La Nina merupakan siklus yang terjadi setiap tiga hingga tujuh tahun sekali.
Dampak La Nina
Dampak La Nina akan terlihat dengan meningkatnya jumlah curah hujan. Mengutip laman BMKG, La Nina akan berpotensi meningkatkan curah hujan di Indonesia 20 hingga 40 persen.
Basyar mengamini jika peningkatan curah hujan akan membawa dampak bagi masyarakat, mulai dari banjir hingga tanah longsor. Risiko banjir ini patut diwaspadai, sebab banyak pemukiman padat penduduk yang menjamur di bibir sungai. Apalagi dengan maraknya penggundulan hutan di area hulu.
“Ketika La Nina, airnya akan meluap. Apalagi dengan penggundulan hutan di area hulu, sehingga peluang terjadinya banjir dan longsor semakin tinggi saat La Nina,” katanya.
Dosen Fakultas Geografi UMS itu mengatakan, La Nina kuat dapat berpotensi memunculkan badai seperti siklon tropis. Namun, potensi bibit siklon tropis tersebut sangat kecil terjadi di wilayah yang dilalui garis khatulistiwa.
“Siklon tropis seperti ini banyak terjadi di wilayah subtropis seperti Filipina hingga Taiwan. Tapi, ekor siklon tropis dan dampaknya bisa saja dirasakan di sebagian wilayah indonesia,” sambung Basyar. Adanya siklus global pergerakan udara di wilayah tropis ke arah atas membuat badai siklon tropis tidak memungkinkan terjadi di wilayah Khatulistiwa.
La Nina di Indonesia
Sebelumnya, La Nina pernah terjadi di Indonesia pada 2010. Mengutip CNBC Indonesia, BMKG pada 2010 menyebut kemarau di Indonesia sebagai “Kemarau Basah”. Hal itu merujuk pada kondisi cuaca buruk yang terjadi hingga awal 2011.
Fenomena La Nina 2010 membuat kerugian signifikan pada sektor pertanian. Kegagalan panen terjadi di berbagai daerah, mulai dari komoditi tebu, tembakau, hingga cabai. Kondisi ini membuat harga komoditi pertanian melonjak.
La Nina 2010 juga mengakibatkan banyak bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor di berbagai daerah di Indonesia.
Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan sebanyak 1.907 jiwa meninggal dunia dan hilang dan 1,66 juta jiwa mengungsi. Bencana tersebut juga mengakibatkan kerusakan sedikitnya 59.501 rumah, 1.557 fasilitas pendidikan, 367 fasilitas kesehatan, dan 628 fasilitas peribadatan.
Upaya Mitigasi
Basyar menekankan pentingnya melakukan sejumlah upaya oleh masyarakat maupun pemerintah untuk mengurangi dampak kerugian akibat fenomena La Nina. Misalnya, melalui langkah sederhana tidak membuang sampah sembarangan di saluran air. Pemerintah juga harus mengantisipasi banjir akibat curah hujan ekstrem dengan memastikan jaringan gorong-gorong tidak tersumbat.
Selain itu, Basyar juga menekankan pentingnya konservasi lingkungan melalui penanaman pohon untuk mencegah potensi longsor. Pepohonan yang selama ini tumbuh subur di area hutan dan kawasan lereng seringkali ditebang untuk kepentingan perekonomian. Padahal, akar pepohonan mempunyai kekuatan untuk menjaga struktur tanah.
Dirinya menyarankan pemerintah dan masyarakat dapat memfokuskan jenis pohon yang hendak ditanam dengan memperhatikan fungsi penggunaan lahan.“Akan lebih bijak kalau tanamannya disesuaikan dengan fungsinya. Misalnya kalau lahan konservasi ya jangan ditanam tanaman produksi,” tandas dia.
Penulis: Gede Arga Adrian
Editor: Al Habiib Josy Asheva
Discussion about this post