Hikmah dalam Ilmu Keislaman
- Hikmah dalam Tasawwuf
Tasawuf berkembang sebagai satu cara untuk mencapai visi keagamaan dan keruhanian. Berbeda dengan filsafat dan fikih, tasawuf dasarnya adalah pengembangan dimensi rasa dan sikap mental manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama. Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa yang menentukan baik dan buruk manusia adalah hati.
Oleh karena itu, hatilah yang menjadi fokus dari membina manusia dan perilakunya adalah pengembangan rasa dan hati. Tuhan itu tidak terjangkau indera dan akal sehingga cara untuk mendekat kepadanya adalah melalui pengalaman langsung.
Karena Tuhan itu abstrak, untuk mencapai kepada Nya adalah dengan mengembangkan dimensi inner manusia. Ajaran agama dijelaskan lagi oleh orang-orang yang sudah mencapai pengalaman langsung interaksi dengan Tuhan (futuhat al-Arifin).
Pengembangan kontrol manusia dilakukan melalui etika, seperti sabar, tawakkal, ikhlas, istiqamah, zuhud, wara’, qanaah, dan khauf serta raja’. Etika itu mengedepankan pembiasaan untuk penanaman sikap mental yang mendorong pembersihan hati agar mampu mencerminkan sifat-sifat Jamal Tuhan.
Hikmah kadang dipahami sebagai pengalaman pencerahan oleh guru atau sufi dalam menjalankan ajaran untuk pada-Nya. Kitab al-Hikam karya Ibnu Athaillah, misalnya, berisi hikmah-hikmah sebagai penghayatan Syaikh atas pelaksanaan ajaran agama. Ada hikmah terkait dengan sikap terhadap amal, hikmah terkait dengan usaha dan takdir, hikmah terkait dengan hakekat doa, hikmah terkait dengan menghilangkan ke-aku-an dalam amal, dan sebagainya.
Jadi, hikmah mencerminkan pembenaran ajaran agama yang dicapai melalui pengalaman ruhani. Pusat dari aktivitas itu adalah penghayatan terhadap Tuhan yang melahirkan persaksian atas ke-Esa-an dan kebenaran penghambaan kepada-Nya.
Baca Juga : Ilmu Hikmah menurut Dosen FISIP UIN Walisongo Semarang – Bagian 3
Discussion about this post